disusu oleh Diana
SEJARAH HIDUP BUDHA
I.
PENDAHULUAN
Dalam alur
sejarah agama-agama di dunia, zaman agama Budha dimulai semenjak tahun 500 S.M.
secara historis agama tersebut mempunyai kaitan erat dengan agama yang mendahuluinya,
namun mempunyai beberapa perbedaan dengan agama yang mendahuluinya dan yang
datang sesudahnya, yaitu agma Hindu. Sebagai agama, ajaran Budha tidak bertitik
tolak dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta dan seluruh isinya,
termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya
sehari-hari, khususnya tentang tata susila yang harus dijalani manusia agar
terbebas dari lingkungan dukkha yang selalu mengiringi hidupnya.[1]
Menurut riwayat
hidupnya, Gautama mula-mula beragama Hindu mengikuti orang tuanya. Untuk mencegah
pengaruh kehidupan masyarakat yang mungkin dapat melemahkan kepercayaan/
keimanannya dalam agama, maka dia tidak di izinkan melihat kenyataan hidup di
luar Istana. Dia mengalami pendidikan isolatif dari masyarakat luas di luar
Istana. Untuk menentramkan kehidupannya dia senantiasa di kelilingi dengan
kehidupan serba mewah yang khas istana yang penuh kenikmatan dan kelezatan.
Tetapi siddharta (salah satu nama Buddha sebelum menerima ilham) mengalami
kebosanan dan ketidakpuasan ditengah-tengah kemewahan dan kelezatan hidup
istana tersebut.[2]
II.
RIWAYAT SIDHARTA GAUTAMA
A.
Kehidupan Sang Buddha
1.
Kelahiran Bodhisattva
Di Jambudvipa
(sekarang India), dinegara Sakhya di india Utara bernama kerajaan Kapilavastu,
terletak disungai Rapti (sungai Rohini), di daerah dekat pegunungan Himalaya,
diperintah oleh seorang Raja bernama Suddhodana dengan permaisurinya Ratu Maya
Dewi (Dewi Mahayama). Setelah duapuluh tahun perkawinan, mereka belum juga
dikaruniai seorang putra.
Pada suatu
malam, Ratu Maya Dewi bermimpi aneh sekali, dalam mimpi itu Ratu Maya Dewi
melihat seekor gajah putih turun dari langit memiliki enam gading dan sekuntum
bunga tertai dari mulutnya memasuki rahim Ratu Maya Dewi melalui tubuhnya
sebelah kanan. Sejak mimpi itu akhirnya Ratu Maya mengandung. Dia mengandung
seorang bodhisattva dalam kandungannya selama sepuluh bulan.[3]
Ratu
memberitahukan impian ini kepada Raja dan Raja kemudian memanggil para Brahmana
untuk menanyakan arti impian tersebut. Para Brahmana menerangkan bahwa Ratu
akan mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak akan menjadi seorang
Cakkavatti (Raja dari semua Raja) atau seorang Buddha.[4]
Selama ia
mengandung bodhisattva banyak kejadian ajaib terjadi. Misalnya, dimana saja ia
pergi di Kapilavastu selalu di dampingi suaminya yaitu raja Suddhodana, singa
duduk dengan jinaknya di depan gerbang-gerbang, gajah-gajah menghormati Raja,
burung-burung diangkasa sangat bersuka cita mengiringi mereka dan Ratu Maya
Dewi mendadak dapat mengobati orang sakit, dan masih banyak lagi
kejadian-kejadian menakjubkan lainnya.
Ketika waktunya
telah tiba untuk melahirkan, Ratu Maya pergi ke taman Lumbini dengan para
dayangnya. Ratu juga meminta suaminya, Raja Suddhodana, ikut. Sudah tentu
dipenuhi dengan segala senang hati. Juga para dewa yang tidak menampakkan diri
ikut mendampinginya. Disaat bulan purnama sidhi (mennurut aliran Utara atau
Mahayana, beliau lahir tanggal 8 bulan 4, lunar tahun 566 S.M., menurut aliran
Selatan atau Hinayana, tanggal 6 May, tahun 623 S.M.), di Taman Lumbini ini
(dekat perbatasan India-Nepal), Ratu Maya melahirkan seorang Bodhi-Sattva tanpa
kesulitan dan para dayang yang mendampingi Ratu, menyaksikan dengan penuh
kesenangan. Begitu pula Raja Suddhodana dan para dewa dan dewi yang mendampingi
Ratu.
Saat ia
dilahirkan, bumi menjadi terang benderang, seberkas sinar sangat terang
mengelilingi bodhisattva yang baru lahir itu.[5] Sesaat
ia dilahirkan, Bodisattva berjalan tujuh langkah diatas tujuh kuntum bunga ke
arah utara,[6]dengan
jari telunjuk tangan kanan menunjuk kelangit, dan jari telunjuk tangan kiri
menunjuk ke bumi, yang artinya Akulah teragung, pemimpin alam semesta, guru
para dewa dan manusia. para dewa yang mendampingi menjatuhkan bunga dan air
suci untuk memandikannya. Juga bersamaan waktu lahirnya, tumbuhlah pohon Bodhi.
Seisi alaam
menyambutnya dengan suka cita karena telah lahir seorang Bodhisattva yang pada
nantinya dia akan menjadi pemimpin alam semesta, gurunya para dewa dan manusia,
mencapai Samyak Sam Buddha untuk mengakhiri penderitaan manusia dialam
samsara ini.[7]
1.
Upacara Pemberian Nama
Seorang
petapa bernama Asita (yang juga disebut Kala Devala) sewaktu bermeditasi di
pegunungan Himalaya, diberitahukan oleh para dewa dari alam Tavatimsa bahwa
seorang bayi telah lahir yang kelak akan menjadi Buddha. Pada hari itu juga
pertapa Asita berkunjung ke Istana Raja Suddhodana untuk melihat Bayi tersebut.
Setelah melihat
sang bayi dan memperhatikan adanya 32 tanda dari seorang Mahapurisa (orang
besar ), petapa Asita memberi hormat kepada sang bayi yang kemudian diikuti
juga oleh Raja Suddhodana. Setelah
memberi hormat Asita tertawa gembira tetapi kemudian lalu menangis.[8]
Petapa Asita
tertawa karena pada suatu hari nanti pangeran akan mencapai kesempurnaan
(Buddha), sempurna dalam kebijaksanaan maupun kewajiban, menjadi Guru para Dewa
dan manusia. kemudian Asita menangis karena usianya yang telah lanjut dan tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk melihat dan mendengarkan pada saat pangeran
mencapai kesempurnaan (Buddha) dan menjadi juru selamat dunia dengan
mengajarkan Buddha Dharma. Kemudian dia berlutut dan menghormati kepada
pangeran dan tanpa disadari di ikuti oleh Raja Suddhodana.[9]
Selanjutnya
petapa Asita mengatakan, bahwa pangeran kecil itu kelak tidak boleh melihat
empat peristiwa, yaitu:
1.
Orang Tua
2.
Oarang Sakit
3.
Orang Mati
4.
Pertapa Suci
Kalau pangeran
itu melihat empat peristiwa tersebut, maka beliau segera akan meninggalkan
istana dan bertapa untuk menjadi Buddha.
Lima hari
setelah lahirnya bayi, Raja suddhodana memanggil sanak keluarganya berkumpul.,
bersama-sama dengan 108 orang Brahmana untuk merayakan kelahiran anak
pertamanya dan juga untuk memilih nama baik. Nama yang kemudian dipilih adalah
Siddharta Gautama, Siddharta yang berarti “tercapailah segala cita-citanya” dan
Gautama adalah nama keluarganya.[10]
2.
Wafatnya Ratu Maha Maya
Pada hari ke
tujuh setelah melahiran pangeran
Sidharta, Ratu Maha Maya wafat, dan adiknya Maha Pajapati Gotami yang juga
Istri raja Suddhhodana menggantikan posisi Ratu Maha Maya sebagai Ratu
sekaligus Ibu bagi pangeran kecil. Dari hubungan Raja Suddhodana dengan Maha
Pajapati Gotami melahirkan seorang pangeran bernama Nanda dan seorang putri
bernama Sundari Nanda (Rupananda). Maha Pajapati Gotami merawat pangeran
Siddharta seperti merawat putranya sendiri pangeran Nanda. Pangeran Nanda
sendiri lahir beberapa hari setelah pangeran Siddharta lahir. Setelah Ratu Maha
Maya wafat ia dilahirkan menjadi seorang putra dewa dengan nama Mayadevaputta
(Santusita) di surga Tusita.[11]
3.
Masa Kecil, Masa Reamaja dan Pernikahan Pangeran
Pada suatu hari, Raja dan pangeran kecil
disertai para pengasuh dan pembesar Istana berjalan pergi kesawah untuk
merayakan perayaan membajak sawah. Pangeran diletakkan dibawah sebuah pohon
besar yang rimbun. Kemudian para pengasuh pergi untuk melihat jalannya upacara.
Sewaktu ditinggalkan seorang diri, pangeran kecil itu lalu duduk ber-Meditasi
dalam keretanya, saat itu umurnya baru kira-kira lima Tahun.[12] Setelah
kembalii mereka merasa heran sekali melihat pangeran sedang bermeditasi dengan
duduk bersila. Dengan cepat mereka melaporkan peristiwa tersebut kepada Raja.
Raja dengan diiringi para petani berbondog-bondong datang untuk menyaksikan peristiwa ganjil tersebut. Benar
saja mereka menemukan pangeran kecil sedang bermeditasi dengan kaki bersila dan
ridak menghiraukan kehadiran orang-orang yang sedang memperhatikannya. karena
pangeran pada saat itu telah mencapai Jhanna, yaitu suatu tingkatan pemusatan
pikiran, maka sama sekali tidak terganggu oleh suara-suara yang berisik. Ada
lagi satu keajaiban lain. Bayangan pohon jambu tidak mengikuti jalannya
matahari tetapi tetap memayungi pangeran kecil yang sedang bermeditasi.[13]Ayahnya
yang melihat kejadian tersebut menjadi sngat gembir dan memberi hormat kepada
putranya sambil berkata, “putraku yang tercinta, inilah hormatku yang kedua.”[14]
Setelah
pangeran berusia tujuh tahun, Raja memerintahkan untuk menggali tiga kolam di
halaman Istana. Di kolam itu ditanami berbagai jenis bunga teratai (lotus).
Satu kolam dengan bunga teratai yang berwarna biru (Uppala), satu kolam dengan
bunga yang berwarna merah (Paduma), satu kolam lagi dengan bunga yang berwarna
putih (Pundarika).
Pelayan-pelyan
diperintahkan untuk melindungi pangeran dengan sebuah payung yang indah
kemanapun pangeran pergi, baik siang maupun malam hari sebagai lambang dari
keagungannya.
Pada umur 12
tahun, pangeran sidharta telah menguasi berbagai ilmu pengetahuan, ilmu taktik
perang, sejarah, dan pancavidya, yaitu: sabda (bahasa dan sastra);
silpakarmasthana (ilmu dan matematika); cikitsa (ramuan obat-obatan); hatri
(logoka); adhyatma (filsafat agama). Dia juga menguasai Catur Veda
rgveda(lagu-lagu pujian keagamaan): yajurveda (pujian untuk upacara
sembahyang); athavarveda(mantra)
Pangeran
sidharta disamping pandai, juga seorang anak yang sopan dan baik budi pekerti,
dan sayang pada binatang terutama binatang yang lemah.
Dia sangat
pandai menunggang kuda dan gemar berburu. Bila kuda yang ditungganginya telah
letih, dia turun dari kudanya dan membiarkannya untuk beristirahat dan
mengusap-usap dengan penuh kasih sayang. Dia pergi berburu bukan untuk membunuh
binatang tapi mengajak binatang hutan bermain dan berkejar-kejaran.
Suatu hari,
pangeran sidharta melihat devadatta dan teman-temannya berburu burung dengan
panah. Devadatta memanah seekor burung yang sedang berdiri di ranting pohon.
Burung itu terkena panah Devadatta dan jatuh kebawah. Pangeran Sidharta cepat
pergi menghampiri burung itu dan segera mengobatinya. Ia meminta kembali burung
itu dari Sidharta karna ia merasa bahwa ia yang memanah burung itu dan harus
menjadi miliknya. Tapi pangeran Sidharta mengatakan bahwa burung yang terpanah
itu adalah miliknya. Terjadilah pertengkaran di antara mereka untuk memiliki
burung itu.[15]
Akhirnya hal
ini di bawa kepada seorang pejabat dewan penasehat kerajaan untuk diminta
pendapatnya. Pejabat dewan kerajaan itu menjelaskan kepada mereka berdua, “
Hidup ini adalah milik dari orang yang mencoba menyelamatkannya. Hidup ini
tidak mungkin menjadi milik dari orang yang mencoba menghancurkannya. Karena
itu menurut norma-norma keadilan yang belaku maka secara sah burung itu harus
menjadi milik orang yang ingin menyelamatkan jiwanya, yaitu pangeran Siddharta.[16]
Kemudian pangeran Siddharta melepaskan burung itu ke alam bebas.
Sewaktu
pangeran meningkat usianya menjadi 16 tahun, raja memerintahkan untuk membuat
tiga buah istana yang besar dan indah, satu istana untuk musim dingin (Rama),
satu istana untuk musim panas (Suramma) dan satu istana untuk musim Hujan
(Subha).kemudian Raja mengirim undangan kepada para orang Tua yang mempunyai
anak gadis untuk mengirimkan anak gadisnya ke pesta, dimana pangeran akan
memilih seorang gadis untuk dijadikan istrinya. Namun para orang tua tersebut
ternyata mengacuhknnya. Mereka mengatakan bahwa pangeran tidak paham kesenian
dan ilmu peperangan, maka bagaimana ia kelak dapat memelihara dan melinduungi
istrinya.
Ketika hal ini
diberitahukan kepada Pangeran maka pangeran mohon kepada Raja agar segera
mengadakan sayembara, dimana berbagai ilmu peperangan dipertandingkan. Dalam
sayembara itu pangeran bertanding melawan pangeran-pabgeran lain yang datang
dari segenap penjuru negara Sakya bahkan juga pangeran-pangeran dari
negara-negara lain.
Semua
pertandingan seperti naik kuda, menjinakkan kuda liar, mengggunakan pedang,
memanah ternyata dimenangkan oleg Pangeran.
Dengan mendapatkan sambutan yang meriah dari para hadirin pangeran
dinyatakan sebagai pemenang mutlak dari sayembara tersebut.
Dalam sebuah
pesta besar yang kemudian diselenggarakan dan dihadiri oleh tidak kurang dari
empat puluh ribu gadis cantik, pilihan pangeran jatuh kepada seorang gadis yang
bernama Yasodhara yang masih ada ikatan keluarga dengan Pangeran karena ia
adalah anak pamannya yang bernama Raja Suppaabuddha dari negara Devadaha dan
bibinya Ratu Amita (adik Raja Suddhodana)
Setelah
pangeran Siddharta menikah dengan putri Yasodhara maka kekuatiran Raja
Suddhodana agak berkurang, sebab Raja selalu ingat kepada ramalan dari Petapa
Asita bahwa pangeran kelak akan mennjadi Buddha.
Dengan
pernikahan ini Raja berharap Pangeran akanlebih terikat kepada hal-hal duniawi.
Sekarang tinggl menjaga supaya pangeran jangan melihat empat peristiwa tentang
penghidupan, yaitu orang Tua , orang sakit, orang mati,dan petapa suci.[17]
4. Melihat Empat Peristiwa
4. Melihat Empat Peristiwa
Pangeran tidak bahagia dengan cara hidup yang dianggap seperti orang
tawanan dan terpisah sama sekali dari dunia luar.
Pada
suatu hari pangeran mengunjungi Ayahnya dan berkata “Ayah, perkenankanlah aku
berjalan-jalan keluar istana untuk melihat tata cara kehidupan penduduk yang
kelak akan ku perintah”.
Karena permohonan ini wajar, maka Raja emberikan izin. tetapi sebelumnya kata Raja,
aku harus membuat persiapan sehingga segala sesuatunya baik dan patut untuk
menerima kedatangan anakku yang baik.[18]
Sekalipun
sang raja sudah memerintahkan agar seluruh jalan yang akan dilalui putranya itu
harus dibersihkan dari segala hal yang tidak menyenangkan namun dalam
perjalanan ituSiddharta melihat seorang yang sudah tua sekali. (menurut
dongengnya orang ini adalah penjelmaan Dewa Brahma, yang dengan sengaja
menampakkan hal itu, karena sekarang sudah waktunya Siddharta meninggalkan
kemewahan). Pandangan ini mengejutkan Siddharta.[19]pangeran
terkesan sekali, karena hal ini baru pertama kali dilihatnya.
“apakah itu Channa? Itu tidak mungkin seorang manusia. Mengapa ia
bungkuk sekali? Mengapa ia gemetar sewaktu berjalan? Mengapa rambutnya putih
dan bukan hitam seperti rambutku? Apa salahnya dengan matanya? Dan giginya dikemanakan? Apakah ada orang yang terlahir
seperti itu? Coba katakan O Channa yang baik. Apakah artinya semua ini?
Channa menerangkan kepada pangeran, bahwa itulah keadaan seorang
tua, tetapi bukan keadaannya sewaktu ia dilahirkan.
“ Sewaktu masih muda orang itu seperti kita dan karena sekarang ia
sudah tua sekali maka keadaanya telah berubah seperti yang tuanku lihat.
Sebaiknya tuanku lupakan saja orang tua itu. Setiap orang kalau sudah terlalu
lama hidup di dunia akan menjadi seperti oarang tua itu, hal ini tidak dapat
dielakkan.”[20]
Atas keterangan Channa ia tahu bahwa segala makhluk kelak akan
menjadi tua seperti orang tua itu. Dengan wajah yang muram sekali Siddharta
kembali keistana.[21]
Setelah persoalan ini dilaporkan kepada Raja, maka Raja menjadi
sedih sekali dan ia merasa kuatir bahwa hal ini dapat menyebabkan pangeran
meninggalkan istana.
Berselang beberapa hari pangeran kembali memohon kepada Raja agar
diperkenankan melihat-lihat lagi kota Kapilavattu, tapi sekarang tanpa lebih
dulu memberitahukannya kepada para penduduk.
Dengan berat hati Raja mengizinkan karena beliau tahu tidak ada
gunanya melarang, sebab hal itu tentu akan membuat pangeran bersedih. Pada
kesempatan ini pangeran pergi bersama-sama Channa dan berpakaian seperti anak
kelurga Bangsawan, karen ia tidak ingin dikenal sewaktu sedang berjalan-jalan.
Hari itu pemandangan kota berlainan sekali, tidak ada penduduk
berkumpul untuk mengelu-elukannya, tidak ada bendera-bendera, tunggul-tunggul,
bunga-bunnga dan penduduk yang berpakaian rapi. Tetapi pada hari itu pangeran
dapat melihat penduduk yang sibuk bekerja.
Pangeran memperhatikan orang-orang kecil ini yang sderhana dan
semua orang kehilatannya sibuk sekali, bahagia dan senang dengan pekerjanya.
Tetapi Pangeran juga melihat seorang yang sdeang merintih-rintih dan
berguling-guling ditanah dengan kedua tangannya memegang perutnya. Dimuka dan
badannya terdapat bercak-bercak berwarna ungu, matanya berputar-putar dan
nafasnya mengap-mengap.
Untuk kedua kali dalam hidupnya Pangeran melihat sesuatu yang
membuat beliau sangat sedih. Pangeran yang dikenal sebagai orang yang penuh
kasih sayang dengan cepat menghampiri orang itu, mengangkatnya meletakkan
kepalanya dipangkuannya dan dengan suara menghibur menanyakan: “mengapa engkau,
engku mengapakah?” orang sakit itu sudah tidak adapat menjawab. Ia hanya menangis
tersedu-sedu.
“ Channa, katakanlah mengapa orang ini? Apakah yang salah dengan
nafasnya? Mengapa ia tidak bicara”?
“ O, Tuanku, jangan sentuh orang itu lama-lama. Orang itu sakit dn
darahnya beracun. Ia diserang demam pes dan seluruh bdannya terasa terbakar.
Oleh karena itulah ia merintih-rintih dan tidak lagi dapat bicara.”
“tetapi apakah ada orang lain yang seperti dia”? “Ada, dan Tuanku
mungkin orangnya kalau Tuanku memegangnya seperti ini. Mohon dengan sangat agar
Tuanku meletakkannya kembali ditanah dan jangan menyentuhnya lagi sebab sakit
pes itu sangat meenular.”
“apakah tidak ada orang yang dapat menolongnya? Apakah semua orang
dapat diserang penyakit? Apakah penyakit datang secara mendadak”?
“betul Tuanku, semua orang dalam dunia dapat terserang penyakit.
Tidak ada orang yang dapat mencegahnya dan itu dapat terjadi setiap saat.”
Mendengar ini pangeran menjadi semakin sedih dan kembali ke istana untuk
merenungi hal ini.
Berselang beberapa hari, Pangeran kembli memohon izin kepada Raja
agar diperkenankan lagi melihat-lihat kota Kapilavatthu. Raja menyetujuinya
karena beranggapan tidak ada gunanya lagi sekarang untuk melarang.
Pada kesempatan ini pangeran yang berpakaiaan sebagai anak seorang
bangsawan dengan diiringi Channa berjalan-jalan kembli di kota Kapilavatthu.
Tidak lama kemudian mereka berpapasan dengan serombongan orang yang sedang
menangis mengikuti sebuah usungan yang dipikul oleh empat orang.
Diatas usungan itu berbaring seorang yang sudah kurus sekali dalam
keadaan tidak bergerak. Kemudian rombongan membawa usungan itu ke tepi sebuah
sungai dan meletakkannya diatas tumpukan kayu yang kemudian di nayalakannya.
Orang itu tetap diam saja dan tidak bergerak meskipun apai telah membakarnya
dari semua sudut.
“ Channa, apakah itu? Mengapa orang itu berbaring disana dan
membiarkan orang lain membakar dirinya”?
Dia tidak tahu
apa-apalagi, Tuanku. Orang itu sudah mati.”
“ Mati! Channa, Apakah itu yang dinamakan mati? Dan apakah semua
orang pada suatu waktu akan mati’?
“ Betul,
Tuanku, semua makhluk hidup pada suatu waktu harus mati. Tidak ada seorang pun
yang dapat mencegahnya.”
Pangeran heran
dan kaget sekali sehingga tidak dapat mengucapkan sepatah katapun. Pangeran
berpikir bahwa sangat mengerikan keadaan yang disebut “mati” itu yang harus
dialami oleh setiap orang, meskipun ia seorang Raja atau anak dari seorang
Raja. Apakah benar tidak ada jalan untuk menghentikannya? Pangeran pulang dan
dikamarnya ia merenungkan persoalan ini sepanjang hari.[22]
Pangeran Siddharta
lebih sering menyendiri dan merenungkan ketiga pemandangan yang telah dijumpainya
selama berkunjung ke kota Kapilavatthu. Namun, karena merasa belum puas dengan
apa yang telah ia ketahui sekarang, ia menjadi sangat penasaran ingin
mengetahui lebih lanjut sisi lain kehidupan, yang mungkin belum pernah
dilihatnya.
Pangeran
kemudian memohon kembali kepada ayahnya untuk diperkenankan untuk keluar istana
lagi untuk berwisata ke taman Lumbini. Raja tidak memiliki alasan apapun untuk
menolak permohonan santun Putranya itu. Ditemani oleh Chnna, pangeran menuju
taman Lumbini. Setelah sampai ditaman Lumbini dan ketika pangeran tengaah duduk
menikmati taman tersebut, tampak olehnya seorang lelaki dengan kepala yang
dicukur bersih datang dari kejauhan. Dan pangeranpun bertanya kepada Channa,
siapakah orang itu? Channa menjawab,
bahwa orang itu adalah seorang petapa, seseorang yang meninggalkan kehidupan
berkeluarga. Pangeran merasa terdorong untuk mengetahui lebih lanjut siapa
petapa itu. Baginya petapa itu tampak mengagumkan dan mulia, tidak seperti
orang lainnya. Pangeran yang merasa tidak puas dengan jawaban Channa, mendekati
petapa itu dan bertanya mengenai diri petapa tersebut. Petapa itupun
menjelaskan prihal dirinya.[23]
“ Pangeran yang
mulia, aku ini seorang petapa, aku menjauhkan diri dari keduniawian,
meninggalkan sanak keluarga untuk mencari obat agar orang tidak menjadi tua,
sakit, dan mati. Selain dari itu aku tidak menginginkan hal-hal dan
barang-barang duniawi.”
Pangeran terkejut karena ternyata petapa ini
mempunyai pikiran dan cita-cita yang sama dengan dirinya.
“O petapa suci,
dimana obat itu harus dicari”?
“panngeran yang
mulia, aku mencrinya dalam ketenangan dan kesunyian hutan-hutan yang lebat,
jauh dari gangguan dan keramaian dunia. Sekarang maafkan, aku harus meneruskan
perjalanan. Penerangan dan kebahagiaan sedang menunggu.”[24]
Sejak saat itu
Siddharta ingin mengikuti kehidupan petapa itu. Ia mencari jalan bagaimana
dapat meninggalkan kehidupannya yang mewah itu.[25]
Ketika pangeran
Siddharta masih di dalam taman dan benaknya dipenuhi dengan gagasan untuk hidup
bersih dan murni sebagai petapa, seorang kurir kerajaan yang di utus oleh raja
Suddhodana mengabarkan bahwa Putri yasodhara telah melahirkan seorang bayi
laki-laki yang tampan. Mendengar kabar itu, Pangeran justru bersedih hati dan
berujar : “ seorang beenggu telah terlahir bagiku”! kelahiran tersebut
merupakan halangan karena ia mencintai keluarga dan anaknya yang baru saja
dilahirkan. Mengetahui apa yang diutarakan Pangeran saat menerima berita itu,
Raja Suddhodana kemudian memberi nama bayi itu “ Rahula” yang berarti
“belenggu”.
B.
Sang Budha Mendapatkan Penerangan Tertinggi
1.
Pangern siddharta Meninggalkan istana
Untuk menyambut
kelahiran cucunya, Raja menyelenggarakan satu pesta yang besar dan meriah.
Makan malam besar disajikan dan beberapa pelayan wanita cantik disiapkan untuk
melayani sang Pangeran untuk merayakan kelahairan Raja Suddhodana. Pangeran
yang baru saja kembali dari perjalanannya, tampak bahagia dibandingkan
perjalanan sebelumnya. Ia berbahagia karena mengetahui bahwa cara untuk
mencapai kebahagiaan sejati adalah dengan melepaskan keduniawian dan menjadi
petapa.
Bagaimanapun
juga Raja tidak ingin mengecewakan ayahnya. Dengan tenang ia menyantap makan
malam tanpa merasa tertarik dengan nyanyian yang disuguhkan untuknya.[26]
Sebelum
meninggalkan istana , Pangeran telah memohon izin kepada ayahnya, tetapi
Ayahnya berusaha mencegahnya, tetapi Ayahnya tidak dapat memenuhi syarat-syarat
yang diajukan oleh Pangeran kepadanya. Antara lain dikatakan oleh Pangeran,
bahwa ia tidak akan jadi pergi, apabila ayahnya dapat memberikan kepadanya
kemudaan yang kekal, kecantikan yang kekal, kesehatan yang kekal dan hidup yang
kekal.[27]
Selanjutnya
Pangeran masuk keruangan tempat para penari sedang menari di iringi musik yang
merdu. Pangeran merebahkan diri diatas bantal yang dibuat dari benang-enang
emas dan karena letih tidak lama kemudian Pangeran tertidur. Para penaripun
menghentikan tariannya dan merekapun ikut tidur ruangan yang sama sambil enunggui
Pangeran. Pada tengah malam pangeran terbangun dan memandang ke sekelilingnya .
pangeran melihat gadis-gadis penari tergeletak tidur simpang siur dilantai
dalam sikap yang beraneka ragam. Pangeran merasa seperti dipekuburan dengan
mayat-mayat yang bergelimpangan. Pemandangan ini membuat pangeran jijik dan
muak sekali, sehingga beliau mengambil keputusan untuk meninggalkan istana pada
malam ini juga.
Pangeran
memanggil Channa dan memerintahkan untuk menyiapkan Khantaka, kuda
kesayangannya. Pangeran kemudian pergi kekamar Yasodhara untuk melihat istri
dan anaknya sebelum pergi untuk bertapa. Istrinya sedang tidur nenyak dan
memeluk bayinya. Tangannya menutup muka sang bayi sehingga muka bayi tidak
dapat terlihat.
Pangeran semula
ingin menggeser sedikit tangan Istrnya, tetapi hal itu di urungkan karena takut
kalau hal ini menyebabkan Yashodara terbangun dan rencananya untuk meninggalkan
istana bisa gagal.[28]
Semua itu
terjadi sama seperti yang sudah diramalkan oleh seorang Brahmana pada waktu
kelahiran Siddharta, yaitu bahwa putra Raja ini kelak akan menjdi Buddha, dan
bahwa hal itu akan dimulai setelah putra raja melihat empat tanda : orang tua,
orang sakit, orang mati dan pertapa.[29]
Setelah sampai
di luar kota Pangeran berhenti sejenak dan memutar kudanya untuk melihat kota
Kapilavattu untuk terakhir kali (di tempat itu kemudian didirikan sebuah cetiya
yang dinamakan Kanthakanivattana-cetiya).
Perjalanan
diteruskan melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya, Malla dan kemudian dengan
satu kali loncatan menyebrangi sungai Anoma. Pangeran turun dari kuda, mencopot
semua perhiasannya dan memberikannya kepada Channa, mencukur kumisnya, memotong
rambut dikepalanya dengan pedang dan melemparkannya ke udara. Rambut yang
tersisa sepanjang dua anguli (dua inci) semasa hidupnya tetap sepanjang itu dan
tidak tumbuh lagi.
Bawa pakaian
dan perhiasan ini kmbali dan berikan kepada ayahku dan sampaikan pesanku untuk
Ayah, Ibu dan Yasodhara untuk jangan terlalu bersusah hati. Lalu Channa memberi
hormat kepada pangeran dan bersiap-siap untuk kembali keistana.[30]
2.
Penerangan Agung
Pangeran kemudian bermukim di tempat
itu selama tujuh hari tujuh malam. Selanjutnya ia menuju Rajagraha ibu kota
kerajaan Magadha, di dekat kota itu ia belajar pada dua orang Brahmana yaitu
‘Alara Kelama dan ‘Udnaka Ramaputra’. Tetapi pelajaran agama yang diterimanya
tidak memuaskan hatinya. Ia lalu masuk ke dalam hutang Uruwela dan menatap di
situ untuk bertapa. Kemudian menjadi terkenallah ia sebagai petapa suci
sehingga ia di ikuti oleh lima orang muridnya yaitu Kondana, Bodiya, Wappa,
Mahanama dan Asaji.
Selama enam
tahun mereka bersama menahan lapar dan haus tidak makan minum, sehingga kondisi
badan mereka semakin lemah. Tiba-tiba Siddharta jatuh pingsan dan dikira para
muridnya ia sudah mati. Namun ia sadar kembali dan menyadari bahwa apa yang ia
lakukan menyiksa diri seperti itu tidak ada manfaatnya. Ia lalu kembali bebuat
sebagai manusia biasa, maka goncanglah para muridnya dan meninggalkannya
sendiri di hutan itu.[31]
Petapa Gotama
kemudian melanjutkan perjalanannya dengan membawa mangkuk kosong. Ia menuju
ketepi suangai Neranjara dalam perjalanannya ke Gaya. tiba ditepi sungai
pertapa Gotama melempar mangkuknya ke tengah sungai dengan berkata: kalau
memang waktunya sudah tiba mangkuk ini akan mengalir melawan arus dan bukan
mengikuti arus. Satu keajaiban terjadi karena mangkuk itu ternyata mengalir
melawan arus.
Ia memilih
tempat untuk bermeditasi dibawah pohon Bodhi ( latin : Ficus Religosa).
Ditempat itulah pertapa Gotama duduk bermeditasi dengan wajah menghadap ketimur
dengan tekad yang bulat. Ia kemudian berkata dalam hati:
Dengan
disaksikan oleh bumi meskipun kulitku urat-uratku dan tulang-tulangku akan
musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak bangun dari tempat
ini sebelum memperoleh penerangan agung. Dan mencapai Nibbana.[32]
Pada suatu malam di bulan Waisak
ketika bukan purnama, ditepi sunagi Neranjara, ketika ia sedang menghentikan
cipta dibawah pohon Assatta (pohon Boddhi) dengan duduk padmasana melakukan
meditasi dengan mengatur pernapasannya, maka datanglah petunjuk kepadanya
sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang meliputi hal berikut:
a.
Pubbenivasanussati,
yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali.
b.
Dibacakkhu,
yaitu pengetahuan dari mata dewa dan mata batin,
c.
Cuti
Upapatana, yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentuk-bentuk
kehidupan, bik atau buruk, bergantung pada prilaku masing-masing.
d.
Asvakkhayanana,
pengetahuan tentang padamnya semua kecendrungan dan avidya, tentang menghilangkan
ketidaktahuan
Dengan
pengetahuan tersebut, ia mendpatkan penerangan yang sempurna, pengetahuan
sejati dan kebebasan batin sempurna. Dia telah mendapatkan jawaban teka-teki
kehidupan yang selama ini dicarinya, dengan pengegrtian penuh sebagaimana
tercantum dalam empat ‘kesunyataan mulia’ yaitu penderitaan, sumber
penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan delapan cara yang utama menuju
lenyapnyapenderitaan itu.
Dengan
telah tercapainya penerangan tersebut maka Siddharta Gautama telah menjadi
Buddha pada umur 35 tahun, ia telah menjadi ‘Accharya Manusia’ atau guru dari
manusia.
Satu minggu
setelah mendapatkn penerangan sejati itu, ia terus saja duduk dibawah pohon
Boddhi menikmati pengalaman rohaninya. Pada minggu terakhir melalui perenungan
mendalam, ia berhasil mengetahui sebab akibat dari rangkaian penderitaan. Yaitu
karena adanya karma maka terjadilah bentuk karma, karena adanya bentuk karma
maka terjadi kesadaran, karena terjadi kesadaran, terjadilah bentuk batin.
Karena adanya keinginan, terjadi ikatan, karena ada ikatan, terjadi proses
dumadi, karena proses dumadi terjadilah tumimba lahir, karena tumimba lahir
terjdilah umur tua, kelapukan, kesusahan, ratap tangis, kesakitan, kesedihan,
kematian dan sebagainya.
Pada saat kesua
malam ia menemukan sebab akibat yang saling bergantungan kebalik, misalnya bila
tidak ada ini tidak ada itu dan seterusnya, karena lenyapnya proses dumadi,
lenyaplah umur tua, kelapukan, kesusahan, ratap tangis,... dan lenyaplah semua
rangkaian penderitaan. Pada saat malam ketiga Buddha merenungkan sebab akibat
yang saling bergantungan itu dengan cara langsung dan terbalik sekaligus.
Kemudian
setelah tujuh minggu menetap derngan tujuh kali bergesar tempat di sekeliling
pohon Boddhi, maka hari terakhir dari peristiwa-peristiwa yang suci itu,
datanglah dua saudara Tapasuta dan Bhaluka yang terpesona melihat wajah sang
Buddha. Keduanya lalu memepersembahkan nasi. Jajan dan madu serta memohon
menjadi pengikut Buddha yang pertama.
C.
Sang Budha Mengajarkan Dharma
Setelah itu
sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya kepada orang lain,
karena Dharmanya hanya dapat diterima orang arif bijaksana. Jadi kepada
siapakah dharma itu harus diajarkan, kepada bekas gurunya, mereka sudah mati,
kepada bekas muridnya barangkali, maka ia pergi ke Banares untuk menemukan
murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu, tetapi setelah melihat
keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali mengikuti ajarannya.
Kepada mereka lalu diajarkan empat kesunyataan itu.
Peristiwa-peristiwa
tersebut diatas sangat penting dalam agama Buddha, yang disebut “Dharmma Cakra
Pravantana Sutra”, yaitu “pemutaran roda dharmma” yang selalu diperingati oleh
para penganut agama Buddha. Begitu juga taman isi patana di Benares yang
merupakan tempat asal mula kelahirana ajaran Buddha dan Sangha, apar pemula
penganut ajaran Buddha, merupakan tempat suci bagi umat Buddha. Sejak peristiwa
pemutaran Rodha dharma tersebut mulailah siddharta Goutama yang telah menjadi
Buddha itu, menyebarkan ajaran diseluruh India mulai dari kota Rajagraha yang
berpokok pada empat kebijakan kebenaran bahwa:
-
kehidupan manusia itu pada
dasrnya tidak Bahagia
-
sebab-sebab tidak bahagia karena memikirkan kepentingan diri
sendiri terbelengggu oleh nafsu,
-
pemikiran kepentingan diri
sendiri dan nafsu dapat ditekan habis jika semua nafsu dan hasrat dapat
ditiadaan, yang dalam ajaran Buddha adalah Nirwana,
-
Menimbng benar, berpikir benar, berbuat benar, mencari nafkah,
berusaha yang benar, mengingat yang benar, meditasi yang benar,
Selama 45 tahun
lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga dari sekitar 60 orang
anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya, yang memerlukan banyak
Wihara, pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya
sekitar 180 KM dari kota Banares. Ia meninggal tanpa petunjuk siapa yang
menjadi penerus, sehingga di kemudian hari ajaran terpecah menjadi dua golongan
yaitu Teravadha ( Hinayana ) dan
Mahasangika (Mahayana).
KESIMPULAN
Demikianlah
pangeran Siddharta yang dilahirkan pada saat Purnamasidi dibulan Vaisak tahun
632 S.M., menikah pada usia 16 tahun, meninggalkan istana pada usia 29 tahun
setelah bertapa selama enam tahun menjadi Buddha pada usia 35tahun, Selama 45
tahun lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga dari sekitar 60 orang
anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya, yang memerlukan banyak
Wihara, pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya
sekitar 180 KM dari kota Banares
DAFTAR PUSTAKA
·
A.G. Honig. Ilmu Agama. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 1997
·
Ali, Mukti. Agama-Agama Di Dunia. Yogyakarta : Hanindita Offset,
1988.
·
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu Dan Buddha. jakarta : PT BPK
Gunung Mulia, cet. 17, 2010.
·
Hadikusuma, Harun. Antropologi Agama. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 1993.
·
H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta:
PT Golden Terayon Press, 1995
·
Suwarto. Buddha Dharma
Mahayana. Palembang: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995
·
Widyadharma, S, Pandita. Riwayat Hidup Buddha Gotama. Jakarta:
Yayasan Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979
[1] Mukti Ali, agama-Agama Di Dunia, (Yogyakarta : Hanindita Offset,
1988), hal. 101
[2] H.M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta:
PT Golden Terayon Press, 1995), hal. 94
[3] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 7
[4] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.3
[5] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal.7-8
[6] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.4
[7] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal.8
[8] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 5
[9] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 9
[10] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 5-6
[11] Forum Diskusi Agama Buddha, www.wihara.com.
Di unduh pada Selasa 12 Maret 2013, pukul 12.33 WIB.
[12] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal. 10
[13] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 6-7
[14] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal.10
[15] Drs. Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama
Buddha Mahayana Indonesia, 1995), hal.10-11
[16] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 8
[17] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 8-10
[18] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 10
[19] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal.65
[20] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 11
[21] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal.65.
[22] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 11-14
[23] Forum Diskusi Agama Buddha, www.wihara.com.
Di unduh pada Selasa 12 Maret 2013, pukul 12.33 WIB.
[24] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.15-16
[25] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal.66
[26] Forum Diskusi Agama Buddha, www.wihara.com.
Di unduh pada Selasa 12 Maret 2013, pukul 12.33 WIB.
[27] A.G. Honig. Ilmu Agama, (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 1997) hal.173
[28] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 19
[29] Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, cet. 17, 2010), hal. 66
[30] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 19-20
[31] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1993), hal. 210-211
[32] Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan
Dana Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.28
3 komentar:
http://taipanqqculinary.blogspot.com/2018/02/lezatnya-spaghetti-pelangi-bekal-unik.html
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/akhir-pelarian-pencuci-uang-terbesar-di.html
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/imbas-longsor-kai-hentikan-operasi.html
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!
Hmmm
Aku super aneh;v
Posting Komentar